Ketika melakukan blogwalking iseng-iseng ketemu cerita menarik yang sangat-sangat bagus. Kali ini saya akan coba mengkutip cerita tersebut ke blog saya. semoga teman-teman sekalian dapat terinspirasi dari cerita ini.
Cerita ini saya sadur dari blognya Bapak Tubagus Hanafi Soeriaatmadja
“Berapa harga ayam sekarang Mak?” Saya mengajak Emak – pemilik kantin di komplek kantor saya – berteka teki.
”Teka teki kok ngono…ya jelas Emak tau to Pak.. 17 sampai 20 ribuan deh.. tergantung besarnya..”
”Berapa harga kambing sekarang Mak?”
”700 sampai 900 ribuan.. tergantung besarnya juga.. iki teka teki kok ora mutu to (ini teka-teki kok gak bermutu)?”
”Kalau harga ayam 30 tahun lalu berapa?”
Emak mengernyitkan keningnya sambil memutar-mutarkan bolpoin di jarinya ala generasi MTV kalau sedang mikir. Si Emak memang funky.
”Hmm.. sekitar seribu limaratusan Pak..”
”Kalau harga kambing 30 tahun lalu berapa?”
”Wah yen iki Emak rodo lali..(agak lupa) sik sik siiik..(bentar 3x..) seingatku sih 60ribuan.. naah teka teki sing iki sih yo rodo angel (agak susah)..tapi tetep ora mutu lho Pak”
”Berapa harga ayam jaman Rasulullah SAW Mak?”
Kening Emak tambah berkerut. Dahinya mulai mirip mahluk Klingon dalam serial Star Trek.
”Yooo mene-getehe Pak???” Bahasa funky nya keluar lagi. Maklum pelanggan Emak kebanykan penonton fanatik Extravaganza. Sehingga Emak fasih berbahasa ala Tora, Aming dan Indra Birowo.
”Harga ayam jaman Rasulullah itu 1 Dirham Mak. 1 Dirham itu kira-kira Rp 37ribuan. Dirham itu uang logam yang terbuat dari perak murni..”
”Wah.. 1 Dirham di sini malah bisa dapat 2 ayam.. jadi harga ayam gak berubah sejak zaman Rasulullah ya Pak?”
“Harga kambing juga gak berubah Mak.. harga kambing jaman Rasulullah itu 2 Dinar. 1 Dinar itu kira-kira Rp 425ribuan. Dinar itu uang logam yang terbuat dari emas 22 karat dengan berat 4,25 gram..”
”Ealaaah kok bisa to Pak? Kalau uang Rupiah kita kan nilainya turun terus.. lihat saja harga ayam 30 tahun lalu seribu limaratus sekarang sudah 17ribuan”
”Ya karena Dinar & Dirham itu terbuat dari logam mulia Mak..sehingga memang punya nilai. Lha kalau Rupiah atau Dolar kan cuma kertas thok yang diberi angka dan dijamin oleh pemerintah sebagai alat tukar…”
”Jadi misalkan pemerintah ne bubar, misalkan negara Indonesia bubar. Maka uang Rupiah nya gak iso di nggo (tidak bisa dipakai) jual beli ya Pak?”
”Bener banget Mak” Emak memang berotak encer. Kalau saja dia dulu sekolah, mungkin sudah sekarang sudah jadi Menteri Perdagangan.
”Tapi kalau duit emas dan perak walaupun negaranya bubar tetap saja iso di nggo jual beli karena duitnya terbuat dari emas dan perak ya Pak?”
Saya mengangguk membenarkan.
”Lha kok kita mau ya dibayar sama kertas ginian?” Emak menggenggam segepok 10ribuan dari laci kasirnya.
”Mak, yang lebih hebat lagi, emas Indonesia di Papua digali oleh perusahaan Amerika lalu emasnya dibawa ke Amerika dan sebagai imbalannya kita menerima kertas yang ada tulisan US DOLLAR nya. Minyak di Saudi Arabia dikirim ke Amerika dan orang Arab juga menerima kertas yang ada tulisan US DOLLAR nya..”
”Wah orang Amerikanya jadi kaya dong karena banyak emasnya.. lha berarti di brankas pemerintah kita cuma ada kerta-kertas bertuliskan US DOLLAR itu ya pak? Emasnya nggak nambah2 ya.. lhooo kok mau di bodo2i gitu to pak..”
”Yang lebih seru, untuk mencetak uang US DOLLAR itu biayanya Cuma 40 sen atau Rp 4,500 lah.. bayangkan US$ 100 itu kan nilainya sama dengan Rp 900ribu. Berapa untung pemerintah Amerika dari mencetak uangnya? Rp. 895,500!! Kita aja bodo mau mengikuti sistem yang dibuat Amerika Mak..”
Emak dan saya pun termenung. Suasana kantin tiba-tiba senyap. Ayam kalio di mulut saya mulai terasa hambar.
”Teka teki ne mutu tenan (bermutu selali) Pak..” Emak berkata lirih sambil merapihkan uang-uang kertas di laci kasirnya.
Inflasi memang menjadi masalah besar Indonesia. Sebenarnya, masalah ini bisa sangat dikurangi bila kita kembali menggunakan mata uang dinar/dirham atau uang Rupiah yang didukung oleh emas/perak yang tersimpan di brankas Bank Indonesia. Artinya bila Bank Indonesia mengedarkan uang kertas baru senilai 1 milyar Rupiah, maka di dalam brankas BI harus tersimpan batangan emas senilai 1 milyar Rupiah juga. Dengan sistem ini (tanpa ada masalah dalam ketersediaan barang) harga susu di jaman sekarang InsyaAllah akan tetap sama di jaman cucu dan cicit kita.
Harus diakui untuk merubahnya, perlu perjuangan dan biaya besar. Namun kita bisa memulainya dari sekarang dengan mulai menabung dalam bentuk Dinar/Dirham. Keuntungannya bagi kita adalah tabungan kita tidak akan digerogoti inflasi. Karena daya beli logam mulia relatif stabil seperti nampak dalam kasus harga ayam dan kambing di atas. Bagi yang tertarik bisa melihat website: www.logammulia.com atau www.e-dinar.com. Atau menghubungi:
WAKALA ADINA
Jl. M. Ali No. 2 RT 003/04 Tanah Baru – Kota Depok 16426.
Telp/fax 021 – 775 6071
Email : lembagaadina@cbn.net.id
Lamunan saya buyar. Nasi & lauk di piring pun tandas. Saya hanya bisa berharap, Allah berkenan memberi kesempatan untuk Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju secara ekonomi dan secara akhlak.
“Berapa semuanya Mak?” Saya bersiap-siap kembali ke kantor.
“10 ribu Pak.. ”
Saya menyodorkan uang kertas sepuluh ribuan
Emak tersenyum. “Nggak ada Dinar ya Pak..”
Saya ngakak. Emak memang super cerdas. Lebih cerdas dari orang-orang yang menggadaikan sumber daya alam Indonesia kepada negara asing demi setumpuk kertas bertuliskan US DOLLAR.
Wallahualam Bissawab…