Ini adalah pengalaman pertama Fulan memasuki dunia kerja. Minggu pertama bekerja adalah hari-hari yang berat bagi Fulan. Sering, hampir setiap hari Fulan pulang kerja dalam keadaan lelah dan tak bersemangat. Bahkan memasuki minggu kedua, Fulan mulai mengeluh kepada saudara sepupunya, tempat Fulan menumpang selama ini. Fulan berniat akan mengundurkan diri dari perusahaan. Beban kerja yang tak sesuai dengan yang ia bayangkan selama sekolah terasa semakin berat ketika ia membandingkan dengan teman seangkatannya yang kebetulan ditempatkan di bagian yang ringan dan bersih. Dengan penuh kesabaran, sepupun Fulanpun menasihati dan menyemangati Fulan agar tetap bertahan.
“Semua orang yang baru pertama bekerja akan merasakan hal yang sama. Harus banyak melakukan penyesuaian. Bahkan, orang-orang yang sebelumnya pernah bekerja, ketika pindah ke tempat yang baru harus tetap melakukan penyesuaian. Mungkin tidak dengan pekerjaannya, tapi dengan lingkungan dan rekan kerja lainnya. Kamu termasuk beruntung diterima bekerja di sana. Kesejahteraan karyawannya cukup diperhatikan, bahkan dibandingkan dengan aku yang sudah bekerja lebih dari lima tahun, gaji yang bakal kamu terima jumlahnya lebih besar. Cobalah untuk bersabar. Insya Allah, setelah sebulan dan kamu menerima gaji pertama, kamu akan merasa betah. Perlahan kamu akan menguasai pekerjaanmu, mengenal banyak orang, menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan pekerjaan tidak lagi terasa sebagai beban. Semuanya akan berubah menjadi menyenangkan” panjang lebar sepupu si Fulan memberikan pengarahan.
Dan si Fulan membuktikan kebenaran omongan saudara sepupunya. Sebulan bekerja, si Fulanpun mendapatkan gaji pertamanya. Segala beban dan keluhan Fulan sirna sudah, paling tidak begitulah yang terlihat saudara sepupu Fulan. Berangkat kerja, Fulan tak lagi merasa beban. Begitupun sepulang kerja Fulan lebih sering terlihat ceria. Dan jika sedang libur, Fulan menyempatkan diri untuk bergabung dalam grup volley teman-teman kerjanya. Hampir tak terdengar lagi keluh kesah keluar dari mulut si Fulan.
Namun tanpa sepengetahuan sang sepupu, diam-diam Fulan menemui atasannya dan meminta untuk pindah bagian karena ia merasa beban kerjanya terlalu berat. Dengan sedikit didramatisir, Fulan menyampaikan segala keluhan yang ia rasakan, termasuk kaitannya dengan kesehatan. Secara tidak langsung, Fulan ingin ditempatkan di bagian yang sama seperti teman seangkatannya, ringan dan bersih. Sebuah permintaan yang tidak semestinya diajukan oleh seorang karyawan yang sedang menjalani masa training.
Telak. Permintaan Fulan ‘dipenuhi’ secara kontan. Hanya selang beberapa hari, Fulan mendapatkan panggilan dari pihak yayasan yang menyalurkannya bekerja. Sejak saat itu, Fulan diberhentikan dari perusahaan tempatnya bekerja dengan beberapa alasan, salah satunya adalah tidak memenuhi perjanjian bahwa Fulan bersedia ditempatkan di bagian manapun. Penempatan kerja adalah hak dan wewenang perusahaan. Di mata sang atasan, permintaan Fulan menunjukan ketidak sungguhan Fulan untuk bekerja.
Kecewa, Fulan benar-benar kecewa. Fulan diberhentikan bekerja secara tiba-tiba justru ketika Fulan mulai merasa betah bekerja di sana. Fulan menyesal, mengapa ia bertindak bodoh seperti itu, menunjukan kelemahan justru pada pihak yang sedang menilainya. Semua sudah terlambat, nasi sudah terlanjur menjadi bubur tak bisa diubah menjadi nasi kembali, sedangkan Fulan sama sekali tak menginginkan bubur. Kekecewaan Fulan merambat pada pihak lain. Dan orang yang Fulan salahkan kemudian adalah bapaknya.
“Bapak yang mendukung penuh saya meminta pindah bagian pada atasan. Bapak bilang akan bantu dari jarak jauh. Bapak akan bacakan “do’a” dari rumah. Tak sampai tiga hari, bapak bilang atasanku akan menuruti semua yang aku mau Sengaja aku tidak menceritakan ini sebelumnya, karena yakin bapak akan berhasil.” lirih suara Fulan menjawab pertanyaan saudara sepupunya.
Astaghfirulloh! Belum hilang sock mendengar Fulan diberhentikan dari pekerjaannya, sepupu Fulan kembali dibuat terkejut dengan pengakuan Fulan. Dia tak menyangka bahwa diam-diam Fulan melakukan tindakan ‘konyol’ atas dukungan bapaknya. Dia memang pernah mendengar bahwa bapak si Fulan dipercaya beberapa orang memiliki kemampuan lebih, seperti menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk mempengaruhi pikiran orang lain. Ya, banyak orang mengatakan bahwa bapak Fulan memiliki kemampuan layaknya paranormal atau dukun. Astaghfirulloh, rupanya yang selama ini ia anggap kabar burung adalah benar adanya. Dan sang bapaklah yang menjerumuskan Fulan dalam kemusryikan. Fulan adalah korban dari keyakinan sang bapak pada yang selain Allah.
Mencari, mempertahankan pekerjaan atau jabatan dengan cara menukar keimanan dengan kemusyrikan? Nauzubillah! Tak pernah terbayangkan sebelumnya kalau Fulan yang begitu beruntung karena telah mendapatkan pekerjaan yang cukup bagus dengan proses yang cepat dan mudah, tiba-tiba mengambil jalan pintas untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Tak disangka jika sang bapak tega menjerumuskan Fulan dengan membawa kemusyrikan dalam mencari penghasilan. Na’uzubillah, summa na’uzubillh!
Siapa yang pandai bersyukur terhadap nikmat yang Allah berikan, maka Allah akan menambah nikmat-Nya. Sebaliknya, siapa yang kufur maka sesungguhnya siksa Allah sangatlah pedih. Begitulah yang dirasakan oleh Fulan. Dia kehilangan pekerjaannya justru ketika ia mulai mencintainya. Berantakan sudah harapan dan cita-citanya, termasuk memiliki sebuah kendaraan yang menjadi impiannya. Fulan harus memulai dari nol lagi, dan ia ragu apakah akan segera mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya.
Sesal memang tak pernah berada di awal. Karenanya, berpikirlah dengan matang sebelum memutuskan dan mengambil tindakan. Bekerja adalah termasuk ibadah, janganlah menjalankan ibadah ( bekerja ) dengan menyertakan kemusyrikan di dalamnya. Percaya pada kemampuan diri sendiri, berusaha keras, disiplin, amanah adalah yang semestinya dilakukan untuk bertahan dalam pekerjaan dan jabatan. Berdo’a dan tawakal semata kepada Allah agar apa yang diusahakan mendapatkan hasil dan keberkahan seperti yang diinginkan. Bukan meminta bantuan paranormal, dukun atau apapun sebutannya untuk menambah kepercayaan diri, mempengaruhi serta menarik simpati atasan demi meraih dan mempertahankan pekerjaan dan atau jabatan.
Setiap yang dimakan, yang diminum dan harta yang dimiliki akan diminta pertanggungjawabannya. Di dapat dari mana, dengan cara bagaimana dan dipergunakan untuk apa, semua akan ditanya di akhirat kelak. Bila pekerjaan atau jabatan diperoleh dengan cara menggadaikan iman, bagaimana bisa dikatakan penghasilan yang didapatkan adalah harta yang halal. Keberkahan tak ubahnya mimpi belaka. Jangan berikan keluarga makanan dan minuman yang lezat, harta yang melimpah namun sesungguhnya bara neraka. Untuk apa karir cemerlang, pekerjaan mapan, jabatan tinggi bila diperoleh bukan karena kemampuan, kejujuran dan tanggung jawab, tetapi karena ada bantuan dari kaki tangan syetan. Na’uzubillah!
Ref : Yusuf Mansur